Penggunaan biogas mampu menjadi sumber energi alternatif di tengah masyarakat. Di Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon, terdapat seorang warga yang konsisten menggunakan energi alternatif ini, yaitu Hendrik Irawan.

Penggunaan biogas yang memanfaatkan kotoran sapi ini telah dimulai Hendrik sejak tahun 2010. Dalam hal ini, sentra peternakan susu sapi bersama Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar juga telah memberikan bantuan kepada beberapa peternak sapi asal Desa Bendosari untuk membuat biogas.

Hendrik menjelaskan bahwa proses pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas sangat sederhana. Langkah-langkahnya meliputi memasukkan kotoran sapi ke dalam tangki atau lubang pencampur, mengaduknya dengan air, kemudian memasukkannya ke dalam kubah berukuran delapan kubik.

Fermentasi kotoran sapi terjadi di dalam kubah tersebut untuk menghasilkan gas. Gas tersebut kemudian disalurkan ke rumah melalui pipa paralon berukuran empat inci.

Baca juga:  SMA Muhammadiyah 1 Blitar Gelar Turnamen Tenis Meja SMAMONE CUP 2023

“Setelah itu, gas siap digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dan keperluan lainnya,” tambahnya.

Selain itu, residu dari pengolahan biogas akan menjadi bio-slurry yang masuk ke kolam output. Residu ini dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman dengan karakteristik bio-slurry yang tidak berbau menyengat dan kaya manfaat.

Sementara itu, sisa airnya ditampung dan setelah terkumpul dalam jumlah cukup di sebuah wadah, air ini difermentasi kembali. Kemudian, air ini dicampur dengan beberapa cairan vitamin dan hasilnya dapat digunakan untuk menyemprot tanaman.

Hendrik menjelaskan bahwa hasil biogas dari pengolahan sangat beragam, tergantung pada besar volume kubah yang dibuat. Umumnya, warga mendapatkan bantuan dengan volume tujuh meter kubik.

Baca juga:  [Video] Kecelakaan di Jalan Merdeka Kota Blitar

“Saya biasanya menggunakan delapan meter kubik yang cukup untuk dua rumah dengan pemakaian wajar bisa bertahan selama dua minggu. Jadi, secara tidak langsung lebih hemat dibandingkan gas elpiji. Sekarang saya hanya memiliki tiga ekor sapi, jadi saya mengisi kubah setiap tiga hari sekali,” ungkapnya.

Hendrik juga membagikan tips perawatan pengolahan biogas, yaitu sering memeriksa bagian pembuangan air dan sering membuang airnya. Selain itu, periksa juga pipa paralon yang menghubungkan kubah biogas dengan kompor di rumah, serta sering membersihkan kotoran yang ada di kompor.

Baca juga:  Tantangan Menuju Swasembada Pangan di Indonesia

Hendrik mengakui bahwa meskipun secara ekonomis penggunaan biogas lebih menguntungkan daripada gas elpiji, tetapi dirinya masih merasakan beberapa kendala.

Kendala tersebut antara lain adalah waktu memasak yang lebih lama dibandingkan dengan penggunaan gas elpiji karena biogas memiliki tekanan rendah yang mempengaruhi efisiensi waktu. Selain itu, sisa pembakaran yang meninggalkan kotoran pada kompor.

Berkat ketekunannya, biogas yang dikelola Hendrik pernah dipilih sebagai salah satu perwakilan desa dalam penilaian tim verifikasi lapangan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur.

Hendrik berharap ada penyempurnaan dalam pengolahan biogas ini, salah satunya dengan penambahan alat untuk menghubungkan minimal tiga rumah secara paralel sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh warga sekitar.

Iklan