Kondisi tanah di Kabupaten Blitar semakin memburuk. Hal tersebut diduga karena penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Sayangnya, upaya untuk memulihkan tanah dengan menggunakan pupuk organik tidak diminati karena dianggap rumit dan hasilnya kurang maksimal.
Menurut Matsafi’i selaku Kepala Bidang Prasarana Pertanian dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Blitar, hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah terus menurun.
Penurunan kualitas tanah ini secara khusus akibat dari penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Jika masalah ini diabaikan, kandungan unsur hara dalam tanah akan semakin menurun sehingga menyebabkan tanah menjadi tandus. Unsur hara yang dimaksud termasuk nitrogen, fosfor, kalium, serta berbagai unsur mikroorganisme.
“Sebagian petani tersebut sudah mulai sadar, ya. Beberapa dari kelompok tani memanfaatkan pupuk kimia dan organik, kemudian mereka campur. Tetapi, ada juga yang tidak mau. Alasannya karena pupuk kimia lebih cepat terlihat hasilnya,” jelas Matsafi’i.
Dia juga mengakui bahwa tanaman yang tumbuh tanpa pupuk kimia akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat. Sebaliknya, penggunaan pupuk kimia dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan membuatnya terlihat lebih segar.
Namun, Matsafi’i juga khawatir dengan ketergantungan pada pupuk kimia karena hal ini dapat menyebabkan penurunan unsur hara dalam tanah seiring berjalannya waktu. Selain itu, penggunaan pupuk organik dapat mengurangi biaya produksi pertanian dan memperbaiki kesuburan tanah.
Namun, sayangnya, manfaat dari penggunaan pupuk organik ini sering kali tidak segera terlihat sehingga banyak petani lebih memilih menggunakan pupuk kimia meskipun dengan risiko jangka panjang yang tidak diabaikan.
“Pupuk kimia memiliki risiko yang berbahaya karena dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah. Kandungan seperti fosfor, kalium, nitrogen, dan mikroorganisme yang berperan dalam menjaga kesuburan tanah akan berkurang. Meskipun penggunaan pupuk organik membutuhkan waktu yang lebih lama, namun dapat meningkatkan kesuburan tanah secara bertahap,” paparnya.
Dia mengungkapkan telah mencoba berbagai pendekatan untuk mengatasi permasalahan ini, termasuk memberikan edukasi kepada petani untuk membuat pupuk organik melalui proses fermentasi.
Dia mengucapkan rasa syukur karena sebagian masyarakat telah mulai beralih menggunakan pupuk organik, meskipun jumlahnya masih belum signifikan.
“Memang mayoritas masyarakat cenderung lebih memilih pupuk kimia karena penggunaannya lebih praktis dan hasilnya dapat dirasakan dengan cepat. Namun, kita harus menyadari bahwa dampak jangka panjangnya dapat berbahaya,” tegasnya.
Editor: Indo Guna Santy