Setelah gempa bumi dahsyat yang mengguncang Turki dan Suriah pada Senin (6/2/2023), operator bursa saham Istanbul menangguhkan perdagangan hingga 15 Februari mendatang dan membatalkan semua perdagangan sejak Rabu (8/2/2023). Gempa dahsyat tersebut terjadi pada dini hari, mengakibatkan ribuan bangunan runtuh dan jumlah korban tewas gabungan di kedua negara tersebut mencapai lebih dari 12.000.

Borsa Istanbul Turki telah menangguhkan perdagangan di pasar ekuitas dan derivatifnya dalam beberapa menit pembukaan, setelah pemutus sirkuit di seluruh pasar menghentikan penurunan indeks utama sebesar 7,0%.

Indeks acuan negara tersebut turun sebanyak 16% dari penutupan Jumat (3/2/2023) sebelum perdagangan Rabu (8/2/2023) dibatalkan. Untuk penutupan hari Selasa (7/2/2023) kerugiannya mencapai 9,9%. Volume perdagangan secara signifikan berada di bawah rata-rata reguler, hanya 2,24 miliar pada Selasa (7/2/2023), dibandingkan dengan 4,14 miliar pada Jumat (3/2/2023).

Rabu (8/2/2023), Borsa Istanbul membuat pernyataan karena peningkatan volatilitas dan pergerakan harga yang luar biasa setelah bencana gempa. Untuk memastikan fungsi pasar yang andal, transparan, efisien, stabil, adil dan kompetitif, Pasar Ekuitas dan Derivatif Ekuitas serta Indeks di Pasar Derivatif ditutup.

Baca juga:  Rahmat Santoso Mundur dari Wakil Bupati Blitar, Inilah Alasannya

“Mengingat volume transaksi yang rendah dan tidak memungkinkan pembentukan harga yang efisien, semua perdagangan yang dilakukan di pasar tertutup pada 8 Februari 2023 akan dibatalkan,” tutur operator pasar.

Investor Domestik Buat Petisi Pembalikan Semua Perdagangan

Dana yang diperdagangkan di bursa yang melacak kinerja indeks MSCI Turki, keduanya dihargai dalam dolar telah turun hampir 13% minggu ini dan 20% untuk tahun ini. Berdasarkan data Refinitiv, kapitalisasi pasar indeks MSCI turun dari US$ 39,7 miliar pada akhir pekan lalu menjadi US$ 35,8 miliar pada penutupan hari Selasa (7/2/2023).

Brian Jacobsen, ahli strategi investasi senior di Allspring Global Investments mengatakan, Borsa Istanbul harus membuka kembali di beberapa titik dan mengizinkan perdagangan berlangsung. Menunggu penundaan perubahan harga yang tidak terhindarkan.

“Membuka kembali dan membatalkan perdagangan tampaknya tidak lazim, tetapi ada banyak hal tidak lazim yang keluar dari Turki.” tambahnya.

Penyedia indeks FTSE Russell mengungkap bahwa indeksnya akan mencerminkan penutupan Selasa (7/2/2023) ketika perdagangan dilanjutkan minggu depan. Mereka juga akan memantau penutupan lebih lanjut. Panduan menunjukkan FTSE bisa memperpanjang ini hingga 20 perdagangan. Dalam hal ini, MSCI tidak menanggapi permintaan komentar.

Sementara itu, para investor domestik memulai petisi online (daring) yang menyerukan pembalikan semua perdagangan yang terjadi sejak hari Senin (6/2/2023). Bunyi petisi tersebut, “Kami menyerukan pembalikan semua perdagangan yang terjad di Borsa Istabul pada 6 Februari 2023 serta penutupan bursa selama masa berkabung nasional,”

Petisi tersebut telah menerima lebih dari 10.000 tanda tangan dalam kurun waktu beberapa jam. Bencana gempa bumi memaksa perusahaan besar, seperti BP menyatakn force majeure dalam operasi zona bencana mereka di selatan Turki.

Baca juga:  Peduli Guru, Lazismu Kota Blitar Tasyarufkan Dana Sosial 97 Juta

Selama bertahun-tahun, Turki dilanda inflasi yang melonjak dan jatuhnya mata uang yang menumpuk ke dalam saham negara dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini mengangkat indeks utama sebesar 200% tahun lalu.

Dalam cuitannya di Twitter, Murat Bakan, anggota parlemen dari oposisi utama mengatakan, “Menangguhkan bursa saja tidak cukup. Perdagangan di bursa saham Istanbul setelah gempa harus dibatalkan.”

Bakan mengatakan, pembalikan perdagangan akan melindungi hak 500.000 investor. Menambahkan beberapa orang yang mungkin masih menunggu bantuan atau tidak mempunyai akses internet.

Investor lokal saat ini menguasai 70% kepemilikan saham, naik dari 35% pada tahun 2020. Sementara investor asing yang memegang saham Turki, turun hingga dibawah sepertiga. Banyak investor internasional yang berhenti dalam beberapa tahun terakhir di tengah gejolak pasar yang berulang serta penerapan kebijakan ekonomi dan moneter yang tidak lazim di Ankara. Termasuk pemotongan suku bunga dalam menghadapi lonjakan inflasi.

Editor: Luthfia Azarin

Iklan