Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Indonesia bertujuan untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi pengembangan potensi dan kemandirian siswa. Fokus utama dari kurikulum ini adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhan mereka sendiri.

Dilansir dari kurikulum.ac.id dengan pendekatan ini, siswa diharapkan mampu belajar secara lebih mandiri dan kreatif. Namun, dalam penerapannya, Kurikulum Merdeka menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam membentuk kemandirian siswa. Berikut adalah lima tantangan utama yang dihadapi dalam penerapan Kurikulum Merdeka:

1. Perbedaan Kemampuan Siswa dalam Belajar Mandiri

Salah satu tantangan utama dalam Kurikulum Merdeka adalah perbedaan tingkat kemandirian siswa dalam belajar. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengelola waktu, mencari informasi, dan memecahkan masalah secara mandiri.

Kurikulum Merdeka menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning), namun tidak semua siswa siap untuk belajar mandiri, terutama mereka yang terbiasa dengan metode pengajaran tradisional yang lebih terstruktur dan bergantung pada arahan guru.

Mengapa?

  • Kebiasaan Belajar Pasif: Banyak siswa terbiasa dengan sistem pembelajaran pasif, di mana mereka lebih banyak menerima informasi daripada aktif mencari dan menganalisis.
  • Kurangnya Keterampilan Belajar Mandiri: Tidak semua siswa memiliki keterampilan manajemen waktu dan sumber daya untuk belajar secara mandiri, sehingga mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengikuti ritme Kurikulum Merdeka.
Baca juga:  Tolak Dicopot, Endar Priantoro Laporkan Firli Bahuri ke Dewas KPK

2. Kesiapan Guru dalam Menerapkan Kurikulum Merdeka

Guru memiliki peran kunci dalam keberhasilan Kurikulum Merdeka, terutama dalam membimbing siswa untuk belajar mandiri. Namun, kesiapan guru dalam menerapkan pendekatan ini masih menjadi tantangan. Banyak guru yang mungkin belum terbiasa dengan pendekatan pembelajaran yang lebih fleksibel dan berpusat pada siswa, sehingga mereka kesulitan memberikan bimbingan yang tepat agar siswa dapat belajar secara mandiri.

Mengapa?

  • Keterbatasan Pelatihan: Tidak semua guru mendapatkan pelatihan yang cukup untuk menerapkan metode pembelajaran yang mendukung kemandirian siswa.
  • Peran yang Berubah: Dalam Kurikulum Merdeka, peran guru bukan lagi sebagai penyampai materi, tetapi sebagai fasilitator. Ini membutuhkan penyesuaian yang signifikan dari para guru, terutama yang sudah lama mengajar dengan metode tradisional.

3. Akses yang Tidak Merata terhadap Sumber Belajar

Untuk dapat belajar secara mandiri, siswa membutuhkan akses yang cukup terhadap sumber belajar, baik itu buku, internet, maupun teknologi lainnya. Sayangnya, akses terhadap sumber daya pendidikan yang memadai masih menjadi masalah di berbagai daerah, terutama di wilayah terpencil.

Kurikulum Merdeka yang menuntut siswa untuk mencari sumber belajar secara mandiri akan sulit dilaksanakan dengan baik jika siswa tidak memiliki akses yang memadai.

Baca juga:  Target Medali Indonesia di Gelaran Olimpiade 2024, Tunggu Jokowi Lepas Kontingen

Mengapa?

  • Kesenjangan Digital: Tidak semua siswa memiliki akses yang mudah terhadap internet atau perangkat teknologi yang memadai, yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk mengakses informasi secara mandiri.
  • Ketergantungan pada Sumber Fisik: Di beberapa daerah, keterbatasan sumber daya seperti buku dan materi belajar lainnya masih menjadi masalah, sehingga siswa kesulitan untuk mengembangkan kemandirian dalam belajar.

4. Peran Orang Tua dalam Mendukung Kemandirian Siswa

Dalam Kurikulum Merdeka, peran orang tua menjadi lebih penting karena siswa diharapkan untuk lebih banyak belajar mandiri di luar lingkungan sekolah.

Namun, tidak semua orang tua memiliki pemahaman yang cukup tentang bagaimana mendukung anak mereka untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar. Beberapa orang tua mungkin justru cenderung terlalu membantu, sehingga mengurangi kesempatan anak untuk belajar mandiri.

Mengapa?

  • Kurangnya Pemahaman Orang Tua: Tidak semua orang tua memahami konsep pembelajaran mandiri dan bagaimana memberikan dukungan yang tepat kepada anak mereka tanpa mengambil alih proses belajar.
  • Peran Pendampingan yang Berlebihan: Beberapa orang tua cenderung terlalu protektif atau membantu, yang justru bisa menghambat perkembangan kemandirian anak.

5. Kurangnya Pemahaman tentang Pembelajaran Berbasis Proyek

Salah satu komponen utama dari Kurikulum Merdeka adalah pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning), di mana siswa diajak untuk memecahkan masalah nyata melalui proyek yang memerlukan kreativitas dan kemandirian.

Baca juga:  Benarkah KUHP Baru Akan Ringankan Hukuman Ferdy Sambo?

Namun, masih banyak siswa yang belum terbiasa dengan pendekatan ini dan lebih nyaman dengan metode pembelajaran yang konvensional. Kurangnya pemahaman tentang pembelajaran berbasis proyek dapat menjadi hambatan dalam mengembangkan kemandirian siswa.

Mengapa?

  • Kebiasaan dengan Pola Belajar Tradisional: Banyak siswa terbiasa dengan metode pengajaran tradisional yang berfokus pada hafalan dan pengajaran langsung dari guru, sehingga mereka kesulitan beradaptasi dengan pembelajaran berbasis proyek.
  • Kurangnya Kreativitas dan Inisiatif: Pembelajaran berbasis proyek menuntut siswa untuk memiliki kreativitas dan inisiatif dalam menyelesaikan masalah, yang mungkin belum dimiliki oleh sebagian besar siswa karena sistem pendidikan sebelumnya yang kurang mendukung hal ini.

Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan yang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemandirian, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis. Namun, penerapannya dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti perbedaan kemampuan siswa dalam belajar mandiri, kesiapan guru, keterbatasan akses sumber belajar, peran orang tua, dan kurangnya pemahaman tentang pembelajaran berbasis proyek.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diperlukan dukungan dari semua pihak, termasuk sekolah, guru, orang tua, dan pemerintah, agar tujuan Kurikulum Merdeka dalam membentuk kemandirian siswa dapat tercapai dengan optimal.

Iklan