Seni tak kenal usia seperti kisah Imam Marwan, seorang warga Desa Sumberagung yang berusia 80 tahun. Meski telah lanjut usia, namun kecintaannya pada wayang kulit tetap membuatnya produktif.
Di dalam hunian sederhana Imam terdapat wayang kulit dan lukisan dalam berbagai ukuran. Rumah tersebut tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai bengkel kreatif bagi Imam.
Karya Imam sudah tidak terhitung jumlahnya, baik berupa wayang maupun lukisan yang menghiasi ruangan. Dia telah menciptakan berbagai tokoh wayang seperti Arjuna, Gareng, Petruk, dan Bagong dengan menggunakan berbagai bahan seperti karet talang air dan kulit hewan.
Harga karya-karya tersebut bervariasi tergantung pada ukuran dan bahan yang digunakan. Wayang berukuran besar dari karet talang dijual seharga antara Rp1 juta hingga Rp2 juta. Sementara karya dari kulit hewan memiliki harga mulai dari Rp2,5 juta. Tentunya, harga tersebut bergantung pada tingkat kerumitan wayang tersebut.
Imam menjelaskan bahwa dia menetapkan harga Rp250 ribu untuk wayang kecil dari karet talang, sementara yang sedang dihargai Rp 500 ribu, walaupun harga bisa naik menjadi Rp 750 ribu tergantung pada tingkat kerumitan wayang yang diminta.
Dia menyatakan bahwa perbedaan harga ini karena beberapa faktor, salah satunya adalah bahan dasar yang digunakan. Proses pembuatan wayang dari kulit cenderung lebih rumit dan memakan waktu lebih lama daripada bahan karet talang.
Langkah-langkahnya dimulai dengan penjemuran selama sebulan di bawah sinar matahari. Kemudian, pengerokan bulu dan perendaman dalam air gamping selama seminggu.
Proses tersebut belum selesai di situ saja, tetapi berlanjut dengan pembentangan kembali, lalu proses pengepasan sehingga wayang siap digunakan sebagai bahan dasar wayah. Alat-alat yang Imam gunakan dalam proses pembuatan tersebut termasuk pensil, cat warna, palu, dan alat ukir.
“Dalam pembuatan wayang dari karet talang, prosesnya jauh lebih sederhana. Bahkan wayang tersebut sudah digunakan tampil dalam beberapa acara,seperti di Nglegok, Museum Penataran, atau keperluan sehari-hari di sekitar rumah untuk kegiatan ruwatan,” ujar Imam.
Perlu diketahui bahwa Imam sendiri tidak pernah mengikuti pendidikan khusus atau belajar dari seorang ahli dalam pembuatan wayang. Kemampuannya dalam membuat wayang hanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang telah dia mulai sejak usia 25 tahun.
Karena rasa ingin tahu dan ketertarikan, dia terdorong untuk mengembangkan keterampilannya dalam pembuatan wayang. Perjalanan ini bermula ketika Imam melihat proses pembuatan wayang di Jawa Tengah, lalu mencoba membuka jasa perbaikan wayang hingga akhirnya berhasil membuat wayang sendiri.
“Dari sana, saya mulai menyusun wayang secara mandiri. Memulai dari awal, hingga hasil karya saya dapat terjual. Awalnya hanya dari masyarakat sekitar rumah, lalu menyebar perlahan dari mulut ke mulut,” jelas Imam dengan ramah.
Seiring waktu, dengan meningkatnya permintaan dan demi memenuhi kebutuhan hidup, Imam mulai menambah kerajinan buatannya. Mulai dari membubut, melukis, membuat wayah, menjual wayang, hingga memperbaiki wayang.
–
Editor: Indo Guna Santy