Tugu kehormatan dari Perguruan Setia Hati Terate (PSHT) di Blitar sampai saat ini masih belum mengalami pembongkaran. Mereka mengharapkan kompensasi dari pemerintah serta pemecahan masalah yang konkret guna mencegah potensi konflik antara berbagai perguruan.
Dilansir dari Detik.com, Budi Sutikno, Wakil Ketua PSHT Blitar Bidang Organisasi, mengungkapkan bahwa pengurus telah menyebarkan imbauan dari Kesbangpol Jatim mengenai rencana pembongkaran tugu perguruan. Langkah ini diambil sekitar 2 minggu sebelum acara pengesahan anggota baru pada 18 Juli yang lalu.
“Sekalipun kami sebagai pengurus hanya mampu menyampaikan pesan ini kepada koordinator wilayah. Kendala yang ada adalah pembangunan tugu ini berasal dari usulan warga dan dana swadaya mereka. Apabila terdapat perintah untuk pembongkaran, kami tidak memiliki kewenangan, karena pembangunannya bukanlah atas arahan dari pengurus pemerintahan,” papar Sutik kepada detikJatim pada Selasa (15/8/2023).
Sutik berharap agar pembongkaran tugu perguruan juga diterapkan pada semua perguruan bela diri di seluruh Indonesia. Ia meyakini bahwa pembongkaran bukanlah solusi yang tepat untuk mengurangi potensi bentrokan antar perguruan.
Ia menyatakan bahwa di dalam lingkungan perguruan, tak pernah diajarkan untuk memupuk fanatisme terhadap kelompoknya sendiri. Fenomena pertikaian yang terjadi pada masa lalu melibatkan konflik antara desa-desa, namun saat ini telah berubah menjadi konflik antara perguruan bela diri.
“Tantangannya kemudian adalah, bagaimana cara menemukan solusinya. Adik-adik seharusnya lebih sering berkumpul dalam wadah yang sama. Diatur dalam kegiatan sosial yang memungkinkan perwakilan dari setiap perguruan bergaul. Sayangnya, hal ini belum pernah diinisiasi oleh pemerintah daerah. Pertemuan hanya diadakan antara para sesepuh dan pengurus, dan itu pun hanya jika ada acara tertentu,” terangnya.
Sutik menambahkan bahwa dalam hal ini, anggota yang secara mandiri membangun tugu tersebut harus mengeluarkan dana yang cukup besar. Mereka menghabiskan jutaan rupiah untuk membangun tugu perguruan di daerah masing-masing, entah itu di dalam lingkungan kompleks atau bahkan di pinggir jalan.
“Contohnya di Wonotirto, tugu dibangun di tepi jalan desa dengan dimensi yang besar. Dana yang dikeluarkan mencapai Rp 48,9 juta. Kami berharap bahwa apabila memang terjadi perubahan fungsi atau pembongkaran, Pemerintah Daerah dapat memberikan solusi yang mempertimbangkan penggantian biaya pembangunannya terlebih dahulu,” ungkapnya.
Supar, Ketua Wilayah PSHT Sutojayan, juga mengonfirmasi hal ini. Berdasarkan informasi dari “dulur-dulur Blitar” yang merujuk kepada warga PSHT, belum ada instruksi resmi mengenai pembongkaran tugu di wilayah masing-masing.
“Jika memang tugu tersebut harus dibongkar, kami berharap pemerintah memberikan kompensasi, mengingat pembangunannya menggunakan dana pribadi kami,” tutupnya.
–
Editor: Luthfia Azarin